Senin, 19 April 2010

MA’HAD ALY AL-FITRAH MAMPU MENCETAK INTELEKTUAL MUSLIM KONTEMPORER

MA’HAD ALY AL-FITRAH MAMPU MENCETAK INTELEKTUAL MUSLIM KONTEMPORER
Oleh: Nur Kholis, Lc., M.HI.*
Ma’had Aly al-Fithrah didirikan pada tahun 2007 atas perintah dari Hadhrotusy Syaikh KH. Achmad Asrori Al Ishaqy RA. (w. 2009), bisa dibilang usianya seumur jagung kalau dibandingkan dengan Ma’had Aly lainnya yang ada di pondok pesantren khususnya, misalnya Ma’had Aly Asembagus Situbondo dan Ma’had Aly Krapyak Jogja. Namun, dalam perjalanannya yang masih dibilang usia anak-anak bahkan bisa dibilang masih bayi tidak jauh beda dan kalah dengan Ma’had Aly lainnya yang sudah berdiri puluhan tahun.
Hal ini terbukti bahwa Ma’had Aly Al-Fithrah mampu mencetak para intelektual muslim masa kini. Kurikulum yang disajikan dalam Ma’had Aly Al-Fithrah mungkin tidak jauh beda dengan Ma’had Aly lainnya yang sama-sama jurusan fiqh misalnya dalam fiqh kitab standarnya adalah fiqh Mahally yaitu kitab fiqh yang ditulis oleh imam Mahally sebagai penjelasan daripada kitab Minhajut Tholibin karya imam Nawawi yang dikenal dengan Syaikhul Mazhab dalam Assyafi’iyah.
Kitab fiqh Mahally pada semester IV khususnya disajikan dalam 2 kali tatap muka setiap 1 minggu pertatap muka disajikan selama 3 jam (perjam = 40 menit). Metode penyampaian materi fiqh merupakan kolaborasi antar metode pesantren dan metode perkuliahan yaitu sebelum materi didiskusikan dosen membaca ibarat (isi) fiqh Mahally dengan diberi arti makna jawa (gandulan, pen) sesuai dengan ilmu grametika Arab (nahwu) kurang lebih satu jam sisa 2 jamnya tugas mahasiswa memanfaatkan waktu dan pertemuan sebaik mungkin yaitu dengan menjelaskan sedetail-detailnya ibarat yang telah diberi arti jawa oleh dosen dengan melibatkan pendapat ulama yang tertuang dalam kitab lainnya (selain fiqh Mahally) misalnya kitab Tuhfatul Muhtaj yang ditulis oleh imam Ibnu Hajr al-Haitamy beserta komentarnya, kitab Nihayatul Muhtaj karya imam Muhammad al-Romly beserta komentarnya dan juga kitab Mughnil Muhtaj karya Muhammad Khothib Syarbini dan 1 jam terakhir dari pertemuan tersebut dimanfaatkan untuk munaqasyah (debat) antar mahasiswa dengan menkontekstualisasikan keputusan ulama salaf dengan permasalahan masa kini sehingga muncullah sebuah hasil bahwa kitab fiqh yang disusun oleh ulama Salafuna Assholeh sejalan dan relevan dengan perkembangan masa dan masalah dengan pendekatan bahwa fiqh itu tidak hanya dikaji dan dipahami sebatas teksnya saja akan tetapi ruh dan sari fiqh yang dipertahankan dan diperhatikan yaitu terciptanya kemaslahatan dan musnahnya kemudaratan.
Satu hal yang perlu diketahui sebagaimana dikatakan oleh Prof. Dr. Abdul Wahhab dalam Ushul Fiqhnya bahwa berubahnya hukum sebab mengikuti alur perubahan masa dan tempat sebagaimana dalam kaidah fiqhiyah “Hukum bisa berubah sesuai perubahan masa dan tempat” bukan berarti dalil hukum itu berubah dan tidak konsisten akan tetapi produk daripada dalil tersebut yaitu hukum yang berubah sesuai dengan berubahnya masa dan tempat dengan sebab illat (alasan) hukum tidak layak untuk dipertahankan karena timbulnya hal-hal yang tidak sesuai dengan ruh dan sari fiqh, atau karena munculnya sebuah illat baru dan atau juga illat yang dibuang oleh ulama Salaf karena tidak pas sekarang menjadi pas dan relevan pada masa kini namun masih tetap hukum yang baru itu berada dibawah kendali dalil dan kaidah umum yaitu menciptakan kemaslahatan dan menolak kemudaratan.
Termasuk metode penyajian materi fiqh dalam Ma’had Aly Al-Fithrah yaitu, selain mahasiswa disuruh menjelaskan kandungan makna yang terdapat dalam kitab Mahally masing-masing mahasiswa juga dituntut untuk membuat makalah dengan topik yang sudah ditentukan. Dengan ketentuan makalah, setiap topik dibahas dengan bahasan lintas mazhab serta mencantumkan pendapat pemakalah pribadi kemudian diakhiri dengan kesimpulan makalah dan saran pemakalah. Makalah-makalah dikumpulkan pada pengampu mata pelajaran 1 bulan sebelum UAS kemudian dikoreksi dan diseleksi untuk dipresentasikan oleh penulisnya sendiri diakhir semester dalam seminar kelas minimal 3 makalah.
Akhirnya, harapan penulis pada pemerintah khususnya dalam hal ini DEPAG-RI agar segera meluncurkan SK pengakuan pendidikan Ma’had Aly yang memutuskan bahwa ijazah Ma’had Aly disamakan dengan ijazah Setrata Satu ( S1 ) Institut Agama Islam Negeri. Mengingat dan menimbang bahwa pola pendidikan Ma’had Aly sama dengan perkuliahan pada umumnya. Jika tidak segera diluncurkan SK tersebut, yang terjadi adalah ketidak pastian status dan masa depan mahasiswa sementara sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pola pendidikan Ma’had Aly sama dengan pola pendidikan di perkuliahan. Begitu juga, untuk mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Ma’had Aly calon mahasiswa (camah) menyetor poto copy ijazah Aliyah atau sederajatnya. Dengan begitu alumni Ma’had Aly akan merasa rugi materi dan non materi selama 8 semester atau 4 tahun mengingat lulusan Ma’had Aly tidak bisa merasakan sebagaimana yang dirasakan oleh mahasiswa lulusan Sekolah Tinggi Negeri dan Swasta.

Sabtu, 17 April 2010 M.
* Penulis adalah salah satu dosen di Ma’had Aly al-Fithrah Kedinding Kenjeran Surabaya.

0 komentar:

About This Blog

About This Blog

  © Blogger template Brooklyn by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP