Jumat, 30 April 2010

HUKUM TRANSPLANTASI DALAM HUKUM ISLAM (FIQH)

Oleh: Nur Kholis, Lc., M.HI.
Pendahuluan
Mengukir sejarah dalam kehidupan bukan suatu hal yang mudah sebagaimana membalik kedua telapak tangan atau segampang yang dibayangkan, lebih-lebih pada masa sekarang semuanya serba maju dan berkembang terutama dalam IpTek (Ilmu pengetauan dan Tehnologi). Akan tetapi, kemarin tepatnya hari Sabtu (24/4/2010) RSU dr Soetomo, mampu mengukir sejarah yang sangat cemerlang yaitu melakukan operasi cangkok hati dari seorang ibu kepada anaknya. Hal sejarah tersebut, sebagaimana diungkapkan Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) "Ini adalah sejarah RSU dr Soetomo dan sejarah para dokter. Ini pertama kali di Surabaya. Jatim ukir sejarah,"
Transplantasi merupakan salah satu temuan teknologi kedokteran modern dengan metode kerja berupa pemindahan jaringan atau organ tubuh dari satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini dapat dilakukan pada satu individu atau dua individu. Transplantasi dilakukan dengan tujuan pengobatan penyakit sebagai berikut :
1. Pengobatan serius, jika tidak dilakukan transplantasi maka akan berakibat pada kematian. Seperti transplantasi jantung, ginjal dan hati.
2. Pengobatan yang dilakukan untuk menghindari cacat fisik yang akan menimbulkan gangguan psikologi pada penderita, seperti transplantasi kornea mata, dan menambal bibir sumbing. Transplantasi jenis ini dilakukan bukan untuk menghindari kematian, tetapi sekedar pengobatan untuk menghindari cacat seumur hidup.
Pada tahun 40-an telah diadakan pengujian transplantasi organ hewan pada hewan juga kemudian disusul pada tahun 50-an dari hewan ke manusia dan berhasil dan berkembang dari organ manusia kepada organ manusia.
Dari keberhasilan uji coba tersebut, timbul satu masalah baru yang perlu dikaji dalam kaitannya dengan hukum Islam. Apakah transplantasi organ tubuh manusia kepada manusia dibolehkan dalam hukum Islam atau tidak ?.
Kalau kita lihat dalam literatur Arab transplantasi bukan suatu hal yang baru. Karena, pada abad VI H., masalah tersebut sudah dibahas dalam literatur Arab. Akan tetapi, transplantasi tidak menjadi perbincangan publik karena transplantasi merupakan fiqh iftirad}i> (pengandaian) yang biasa didapatkan dalam literatur Arab dan kemungkinan terjadinya tidak bisa dipastikan dengan kapan dan di mana.

Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, sebenarnya banyak masalah yang berkaitan dengan transplantasi yang harus dikaji hukumnya khususnya yang berkaitan dengan hukum Islam. Dalam tulisan ini penulis hanya fokus pada salah satu masalah atau bagian dari masalah-masalah transplantasi. Masalah yang penulis akan kaji khususnya yang berkaitan dengan hukum Islam, ialah :
Bagaimana pendapat ulama fiqh (pakar hukum Islam) berkenaan dengan praktek transplantasi?.

Bab. II
PEMBAHASAN
Transplantasi

1. Pengertian Transplantasi
Transplantasi berasal dari bahasa Inggris to transplant, yang berarti to move from one place to another, bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Adapun pengertian menurut ahli ilmu kedokteran, transplantasi itu ialah : Pemindahan jaringan atau organ dari tempat satu ke tempat lain. Yang dimaksud jaringan di sini ialah : Kumpulan sel-sel (bagian terkecil dari individu) yang sama mempunyai fungsi tertentu.
Yang dimaksud organ ialah : Kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu, seperti jantung, hati dan lain-lain.
Sedangkan transplantasi dalam literatur Arab kontemporer dikenal dengan istilah naql al-a’d{a’ atau juga disebut dengan zar’u al-a’d{a’ . Kalau dalam literatur Arab klasik transplantasi disebut dengan istilah al-was}l (penyambungan). Adapun pengertian transplantasi secara terperinci dalam literatur Arab klasik dan kontemporer sama halnya dengan keterangan ilmu kedokteran di atas. Sedang transplantasi di Indonesia lebih dikenal dengan istilah pencangkokan.

2. Pembagian Transplantasi
Melihat dari pengertian di atas, Djamaluddin Miri membagi transplantasi itu pada dua bagian :
1. Transplantasi jaringan seperti pencangkokan kornea mata.
2. Transplantasi organ seperti pencangkokan organ ginjal, jantung dan sebagainya.
Melihat dari hubungan genetik antara donor (pemberi jaringan atau organ yang ditransplantasikan) dari resipien (orang yang menerima pindahan jaringan atau organ), ada tiga macam pencangkokan :
1. Auto transplantasi, yaitu transplantasi di mana donor resipiennya satu individu. Seperti seorang yang pipinya dioperasi, untuk memulihkan bentuk, diambilkan daging dari bagian badannya yang lain dalam badannya sendiri.
2. Homo transplantasi, yakni di mana transplantasi itu donor dan resipiennya individu yang sama jenisnya, (jenis di sini bukan jenis kelamin, tetapi jenis manusia dengan manusia).
Pada homo transplantasi ini bisa terjadi donor dan resipiennya dua individu yang masih hidup, bisa juga terjadi antara donor yang telah meninggal dunia yang disebut cadaver donor, sedang resipien masih hidup.
3. Hetero transplantasi ialah yang donor dan resipiennya dua individu yang berlainan jenisnya, seperti transplantasi yang donornya adalah hewan sedangkan resipiennya manusia.
Pada auto transplantasi hampir selalu tidak pernah mendatangkan reaksi penolakan, sehingga jaringan atau organ yang ditransplantasikan hampir selalu dapat dipertahankan oleh resipien dalam jangka waktu yang cukup lama..
Pada homo transplantasi dikenal tiga kemungkinan :
1. Apabila resipien dan donor adalah saudara kembar yang berasal dari satu telur, maka transplantasi hampir selalu tidak menyebabkan reaksi penolakan. Pada golongan ini hasil transplantasinya serupa dengan hasil transplantasi pada auto transplantasi.
2. Apabila resipien dan donor adalah saudara kandung atau salah satunya adalah orang tuanya, maka reaksi penolakan pada golongan ini lebih besar daripada golongan pertama, tetapi masih lebih kecil daripada golongan ketiga.
3. Apabila resipien dan donor adalah dua orang yang tidak ada hubungan saudara, maka kemungkinan besar transplantasi selalu menyebabkan reaksi penolakan.
Pada waktu sekarang homo transplantasi paling sering dikerjakan dalam klinik, terlebih-lebih dengan menggunakan cadaver donor, karena :
1. Kebutuhan organ dengan mudah dapat dicukupi, karena donor tidak sulit dicari.
2. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, terutama dalam bidang immunologi, maka reaksi penolakan dapat ditekan seminimal mungkin.
Pada hetero transplantasi hampir selalu meyebabkan timbulnya reaksi penolakan yang sangat hebat dan sukar sekali diatasi. Maka itu, penggunaanya masih terbatas pada binatang percobaan. Tetapi pernah diberitakan adanya percobaan mentransplantasikan kulit babi yang sudah di iyophilisasi untuk menutup luka bakar yang sangat luas pada manusia.
Sekarang hampir semua organ telah dapat ditransplantasikan, sekalipun sebagian masih dalam taraf menggunakan binatang percobaan, kecuali otak, karena memang tehnisnya amat sulit. Namun demikian pernah diberitakan bahwa di Rusia sudah pernah dilakukan percobaan mentransplantasikan kepala pada binatang dengan hasil baik.

3. Pendapat Ulama Tentang Transplantasi
Para ulama fiqh (pakar hukum Islam) klasik sepakat bahwa menyambung organ tubuh manusia dengan organ manusia boleh selama organ lainnya tidak didapatkan. Sedangkan pakar hukum Islam kontemporer berbeda pendapat akan boleh dan tidaknya transplantasi organ tubuh manusia. Berikut ini pernyataan para pakar hukum Islam klasik dan kontemporer:
Imam al-Nawawi> (w. abad VI) dalam karyanya Minha>j al-T}a>libi>n mengatakan,
ولو وصل عظمه بنجس لفقد الطاهر فمعذور وإلا وجب نزعه إن لم يخف ضررا ظاهرا قيل وإن خاف, فإن مات لم ينزع على الصحيح.
“Jika seseorang menyambung tulangnya dengan barang yang najis karena tidak ada barang yang suci maka hukumnya udhu>r (tidak apa-apa). Namun, apabila ada barang yang suci kemudian disambung dengan barang yang najis maka wajib dibuka jika tidak menimbulkan bahaya”.

Zakariya> al-Ans}ari> (abad IX) dalam karyanya Fathu al-Wahha>b Sharh Manhaj al-T}ulla>b, kitab Manhaj al-T}ulla>b merupakan kitab ringkasan dari kitab Minha>j al-T}a>libi>n karya imam al-Nawawi (w. abad VI). Zakariya> mengatakan :
ولو وصل عظمه لحاجة إلى وصله بنجس من عظم لا يصلح للوصل غيره عذر في ذلك فتصح صلاته معه وإلا بأن لم يحتج أو وجد صالحا غيره من غير أدمي وجب عليه نزع النجس وإن اكتسى لحما إن أمن من نزعه ضررا يبيح التيمم ولم يمت
“Jika ada seseorang melakukan penyambungan tulangnya atas dasar butuh dengan tulang yang najis dengan alasan tidak ada tulang lain yang cocok. Maka hal itu, diperbolehkan dan sah sholatnya dengan tulang najis tersebut. Kecuali, jika dalam penyambungan itu tidak ada unsur kebutuhan atau ada tulang lain yang suci selain tulang manusia maka ia wajib membuka (mencabut) kembali tulang najis tersebut walaupun sudah tertutup oleh daging. Dengan catatan, jika proses pengambilan tulang najis tersebut aman (tidak membahayakan) dan tidak menyebabkan kematian”.

Al-Bujayrami>, dalam komentarnya atas ‘iba>rah (teks) kitab Fathu al-Wahha>b di atas, mengatakan bahwa tidak diperbolehkannya menyambung tulang dengan tulang manusia, jika yang lain masih ada walaupun tulangnya hewan yang najis seperti celeng dan anjing. Oleh karena itu, jika yang lain baik yang suci maupun yang najis tidak ada, maka menyambung tulang dengan tulang manusia itu hukumnya boleh.

Senada dengan Zakariya>, ialah Ibnu Hajr dalam Tuh}fah-nya :
وَعَظْمُ غَيْرِهِ مِنْ الْآدَمِيِّينَ فِي تَحْرِيمِ الْوَصْلِ بِهِ وَوُجُوبِ نَزْعِهِ كَالْعَظْمِ النَّجِسِ وَلَا فَرْقَ فِي الْآدَمِيِّ بَيْنَ أَنْ يَكُونَ مُحْتَرَمًا أَوْ لَا كَمُرْتَدٍّ وَحَرْبِيٍّ خِلَافًا لِبَعْضِ الْمُتَأَخِّرِينَ فَقَدْ نَصَّ فِي الْمُخْتَصَرِ بِقَوْلِهِ وَلَا يَصِلُ مَا انْكَسَرَ مِنْ عَظْمِهِ إلَّا بِعَظْمِ مَا يُؤْكَلُ لَحْمُهُ ذَكِيًّا وَيُؤْخَذُ مِنْهُ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ الْجَبْرُ بِعَظْمِ الْآدَمِيّ مُطْلَقًا فَلَوْ وَجَدَ نَجِسًا يَصْلُحُ وَعَظْمَ آدَمِيٍّ كَذَلِكَ وَجَبَ تَقْدِيمُ الْأَوَّلِ ا هـ وَقَضِيَّتُهُ أَنَّهُ لَوْ لَمْ يَجِدْ نَجِسًا يَصْلُحُ جَازَ الْوَصْلُ بِعَظْمِ الْآدَمِيِّ وَقَوْلُهُ كَالْعَظْمِ النَّجِسِ قَضِيَّتُهُ جَوَازُ الْوَصْلِ بِهِ إذَا فَقَدَ غَيْرَهُ وَامْتِنَاعُهُ إذَا وَجَدَ غَيْرَهُ ( قَوْلُهُ أَوْ مَعَ وُجُودِهِ ، وَهُوَ مِنْ آدَمِيٍّ ) هَذَا إنَّمَا يُقَيِّدُ امْتِنَاعَ الْجَبْرِ بِعَظْمِ الْآدَمِيِّ مَعَ وُجُودِ الصَّالِحِ مِنْ غَيْرِهِ وَلَوْ نَجِسًا وَبَقِيَ مَا لَوْ لَمْ يَجِدُ صَالِحًا غَيْرَهُ فَيَحْتَمِلُ حِينَئِذٍ جَوَازُ الْجَبْرِ بِعَظْمِ الْآدَمِيِّ الْمَيِّتِ كَمَا يَجُوزُ لِلْمُضْطَرِّ أَكْلُ الْآدَمِيِّ الْمَيِّتِ إذَا فَقَدَ غَيْرَهُ وَإِنْ لَمْ يَخْشَ إلَّا مُبِيحَ التَّيَمُّمِ فَقَطْ كَمَا يُفِيدُهُ كَلَامُ الشَّارِحِ الْآتِي فِي مَبْحَثِ الِاضْطِرَارِ وَيَحْتَمِلُ أَنْ يُفَرَّقَ بِبَقَاءِ الْعَظْمِ هُنَا فَالِامْتِهَانُ دَائِمٌ بِخِلَافِ ذَاكَ وَيُؤَيِّدُ الْأَوَّلَ قَوْلُهُ الْآتِي.

Dalam ‘iba>rah (teks) di atas, Ibn Hajr senada dengan al-Bujayrami, bahwa ia memperbolehkan transplantasi organ manusia dengan organ manusia dalam keadaan jika sesuatu yang suci dan yang najis tidak ada. Jika masih ditemukan/ada tulang yang najis maka tidak boleh memakai tulang manusia.

Pakar hukum Islam kontemporer dalam masalah transplantasi boleh dan tidaknya ada dua pendapat :
Pertama, Ibn Ba>z ulama dari Saudi Arabia mengatakan bahwa praktek transplantasi anggota tubuh manusia kepada manusia lainnya yang dilakukan atas dasar kemaslahatan pada orang lain itu tidak boleh berdasarklan hadith Nabi saw :
كسر عظم الميت ككسره حيا.
“Merusak tulang orang mati hukumnya sama dengan merusak tulang orang hidup”.
Hadith tersebut menunjukkan bahwa manusia itu muhtaramah (mulya) hidup dan matinya dan kalaupun si mayyit mewasiatkan anggota tubuhnya untuk diberikan kepada orang lain, maka wasiat itu tidak sah karena manusia tidak mempunyai (hak atas) tubuhnya sendiri dan ahli waris hanya menerima warisan dari mayyit harta peninggalan saja bukan termasuk di dalamnya (warisan) anggota tubuh mayyit.
Kedua, berbeda dengan Ibn Ba>z para pakar hukum Islam kontemporer di antaranya Qard}a>wi>, al-Bu>t}i>, Abd Allah Kanu>n dan Abd Allah al-Faqi>h yang mengatakan bahwa praktek transplantasi boleh dan kebolehannya itu bersifat muqayyad (bersyarat). Seseorang tidak boleh mendonorkan sebagian organ tubuhnya yang justru akan menimbulkan bahaya, kesulitan dan kesengsaraan bagi dirinya atau bagi seseorang yang punya hak tetap atas dirinya misalnya suami atau orang tua.
Qard}a>wi> dalam fatwanya mengatakan : Ada yang mengatakan bahwa diperbolehkannya seseorang mendermakan atau mendonorkan sesuatu ialah apabila itu miliknya. Maka, apakah seseorang itu memiliki tubuhnya sendiri sehingga ia dapat mempergunakan sekehendak hatinya. Lanjut Qard}a>wi>, perlu diperhatikan bahwa meskipun tubuh merupakan titipan dari Allah, tetapi manusia diberi wewenang untuk memanfaatkan dan mempergunakannya, sebagaimana harta. Sebagaimana manusia boleh mendermakan sebagian hartanya untuk kepentingan orang lain yang membutuhkannya, maka diperkenankan juga seseorang mendermakan sebagian tubuhnya untuk orang lain yang memerlukannya. Hanya saja perbedaannya adalah bahwa manusia adakalanya boleh mendermakan atau membelanjakan seluruh hartanya, tetapi dia tidak boleh mendermakan seluruh anggota badannya. Bahkan ia tidak boleh mendermakan dirinya (mengorbankan dirinya) untuk menyelamatkan orang sakit dari kematian, dari penderitaan yang sangat atau dari kehidupan yang sengsara.
Sementara hasil keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama sebagaimana termaktub dalam ahkamul fuqaha mengatakan bahwa pecangkokan organ tubuh manusia ada yang membolehkan dengan syarat : Karena diperlukan, dengan ketentuan tertib pengamanan dan tidak ditemukan selain organ tubuh manusia itu.
Dari penjelasan di atas bahwa transpslntasi dalam hukum Islam terdapat perselisihan pendapat dalam hal ini ada yang melarang praktek tersebut secara mutlak berdasarkan hadith Nabi saw dan dalil ‘aqli> bahwa anggota tubuh manusia bukan milik manusia sendiri melainkan hanya titipan Allah yang harus dijaga hidup dan mati.
Sementara pakar hukum Islam lainnya mengatakan boleh dengan beberapa syarat seperti dijelaskan di atas, kalau tidak memenuhi syarat-syaratnya maka hukumnya sebagaimana pendapat pertama yaitu tidak boleh.
Termasuk syarat yang memperbolehkan praktek transplantasi menurut banyak pakar hukum Islam yaitu bahwa praktek tersebut dilakukan dengan hibah (pemberian) tanpa adanya jual beli di antara dua pihak pendonor dan resipien namun ada pendapat yang mengatakan bahwa praktek transplantasi boleh dilakukan dengan jual beli.

Bab. III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari penjelasan di atas penulis mengesimpulkan bahwa transplantasi dalam hukum Islam terjadi pertentangan di antara kalangan ulama apakah boleh atau tidak. Kebanyakan ulama baik ulama klasik dan kontemporer mengatakan bahwa trasplantasi organ tubuh manusia dengan organ tubuh hewan yang suci hukumnya boleh. Jika tidak didapatkan maka bisa memakai organ tubuh hewan yang najis seperti celeng dan anjing. Dan jika keduanya (yang suci dan yang najis) juga tidak didapatkan maka bisa menggunakan organ tubuh manusia dengan catatan tidak menimbulkan bahaya baik bagi pendonor begitu juga bagi resipien dan keluarga resipien ikhlas dan rela dengan pendonoran tersebut.

Daftar Pustaka
Abu Dawud. Sunan Abi Dawud, vol. II. tt. Dar al-Fikr, tt.
Al-Ans}a>ri>, Zakariya> . Fathu al-Wahhab Sharh Manhaj al-T}ulla>b, vol. 1. Lebanon: Da>r al-Fikr, 1998.
Al-Bujayrami>, Sulayma>n. Ha>shiyah Sharh Manhaj al-T}ulla>b, vol. 1. Lebanon: Da>r al-Fikr, 1998.
Al-Bu>t}i>, Muhammad. Ma’a al-Na>s, vol. 1. Lebanon: Dar al-Fikr, 1998.
Al-Faqi>h, Abd Allah. Markaz al-Fatwa dalam al-Maktabah al-Shamilah.
Al-Haitami>, Ibnu Hajr. Tuhfah al-Muhta>j dalam al-Maktabah al-Shamilah.
Al-Nawawi>, Yahya. Minha>j al-T}a>libi>n. Lebanon : Dar al-Fikr, 1992.
Miri, Djamaluddin. Ahkamul Fuqaha “Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926 – 2004 M)”. Surabaya: Khalista, 2007.
Al-Sharbi>ni>, Muhammad. Mughni> al-Muhta>j, vol. 1. Dar Ihya’ al-Turath, tt.
Al-Qazwaini>, Muhammad. Sunan Ibn Ma>jah, vol. 1. Beirut: Dar al-Fikr, tt.
Ibn Ba>z, Abd Azi>z. Majmu>’ Fatawa Ibn Ba>z dalam al-Maktabah al-Shamilah.
Kanu>n, Abd Allah. Majalah al-Buhu>th al-Isla>miyah dalam al-Maktabah al-Shamilah.
Qard}a>wi>, Yusuf. Fatwa Fatwa Kontemporer, vol. 2. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.
Umar, Hasbi. Nalar Fiqih Kontemporer. Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
Surabaya Detik dalam http://surabaya.detik.com/read/2010/04/24/123339/1344593/466/dihadiri-wagub-jatim-berharap-cangkok-hati-lancar

0 komentar:

About This Blog

About This Blog

  © Blogger template Brooklyn by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP